Sabtu, 01 November 2014

Frat, kok mau jadi frater sih?

FRAT, KOK MAU JADI FRATER SIH?

Sebagaimana kebiasaan para frater Misionaris Keluarga Kudus (MSF), pekan suci menjadi kesempatan untuk ber-assistensi di paroki-paroki MSF. Tidak terkecuali saya yang diutus ke paroki Hati Yesus Maha Kudus (HYMK) Purwodadi untuk membantu para konfrater yang berkarya di paroki tersebut. Saya menyambut tugas perutusan ini dengan sukacita, makhlum, ini menjadi tugas assistensi paskah pertama saya sebagai calon imam MSF.
Sehari menjelang tri hari suci, Romo Andri MSF, Romo Kepala Paroki HYMK menjemput saya di Biara Nazaret Yogyakarta. Layaknya seorang misionaris, saya hanya berbekal satu tas ransel berisi sepotong jubah, sepasang sepatu, dan beberapa pakaian ganti.
Perjalanan dari Yogyakarta ke Solo terasa aman terkendali, bahkan saya bisa sesekali tertidur dalam mobil tersebut. Akan tetapi, saya mau tidak mau harus terbangun ketika mobil yang saya tumpangi memasuki wilayah Grobogan. Mobil yang sebelumnya melaju dengan nyaman berubah menjadi mobil goyang karena harus menerobos jalanan yang rusak untuk menuju gereja Paroki HYMK Purwodadi.
Akhirnya saya sampai juga di pastoran paroki tersebut pada malam hari menjelang kamis putih. Oleh Romo Andri MSF, saya diminta mempersiapkan diri untuk membantu perayaan tri hari suci di gereja paroki tersebut. Maka, mulai malam itu aku mempersiapkan diri mulai dari renungan-renungan sampai latihan menyanyikan exultet.
Jumlah umat paroki tersebut tidak begitu banyak jika dibandingkan jumlah umat paroki Banteng dimana skolastikat MSF berada. Bagi kebanyakan umat di Paroki Keluarga Kudus Banteng tidak asing dengan kehadiran frater, suster, maupun bruder karena saking banyaknya komunitas di paroki banteng. Akan tetapi, bagi umat paroki HYMK Purwodadi kehadiran seorang frater seolah menjadi barang langka. Bahkan mereka menganggap seorang frater mumpuni, serba bisa, padahal saya sendiri masih belajar. Saya mencoba untuk memberikan diri semampu saya dan sesuai peran saya sebagai calon imam.
Saya mendampingi Imam setiap perayaan tri hari suci, kamis putih, jumat agung, dan malam paskah, serta minggu paskah. Selain itu, saya melibatkan diri dengan dinamika umat dalam persiapan perayaan paskah, seperti penataan tempat, merangkai bunga, latihan koor, latihan misdinar, dan persiapan paramenta. Bertegur sapa dengan umat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa,  sampai yang sudah lanjut usia. Kebanyakan mereka mengaku senang atas kehadiran seorang frater yang memberi kemeriahan dalam perayaan paskah.
Syukur pada Tuhan bahwa kehadiran saya dirasakan baik dan membantu umat memasuki misteri agung iman kita yakni misteri paskah. Sungguh bahagia rasanya melihat keceriaan umat ketika saling memberi ucapan paskah. Kebangkitan Yesus memberi sukacita dan semangat persaudaraan. Akan tetapi, kiranya tidak terhenti pada rasa senang belaka. Kristus sendiri mengajak kita untuk semakin beriman dalam pekerjaan dan menghayati salib Tuhan. Dengan kata lain, kita diutus untuk mewartakan kabar sukacita melalui panggilan hidup kita masing-masing.

Panggilan
Setiap orang dipanggil Tuhan dengan cara masing-masing. Pada dasarnya setiap panggilan mengarahkan manusia untuk hidup bersama Tuhan dan semakin mewujudkan kehendak Allah di dunia ini. Ada yang dipanggil untuk hidup berkeluarga dan melaksanakan karya-karya profesi. Ada pula yang terpanggil secara khusus dalam karya perutusan Allah dalam gereja sebagai Imam, Biarawan, dan Biarawati.
Panggilan dalam arti terbatas adalah panggilan imamat dan hidup bakti itu sendiri. Panggilan pada jaman ini bisa dikatakan langka. Hal itu bukanlah sebatas wacana tetapi sungguh nyata.
Setelah saling memberikan ucapan paskah, saya spontan mengajak para misdinar untuk mau masuk seminari menjadi imam. Akan tetapi, apakah tanggapan mereka? Salah seorang diantara mereka bernama Andre yang duduk di kelas XI SMA, dengan lantang menjawab, “Ya nanti biar anak saya saja, Ter!”
Waktu itu saya menjadi sadar bahwa inilah realita yang terjadi dalam gereja dimana panggilan tidak lagi menarik. Kerinduan umat akan sosok imam dan frater yang sedia melayani dan memimpin perayaan ekaristi, tidak diimbangi oleh semangat panggilan dalam diri kaum muda. Kaum muda jaman ini telah dipenuhi oleh pelbagai pilihan remeh dan tidak penting sehingga sulit untuk memilih pilihan-pilihan radikal, pelayanan demi banyak orang dalam mengikuti Yesus.
Kemajuan jaman ini menuntut setiap orang memiliki pegangan atau pedoman hidup. Banyak kasus kemerosotan moral terjadi karena banyak orang larut dengan kesibukan dan melupakan panggilannya sebagai anak Allah. Pedoman hidup yang paling utama bagi orang kristiani adalah Kristus sendiri. Bagaimana kita mengenal Kristus? Bagaimana bisa kita mengenal Kristus tanpa seorang saksi? Kristus tidak tinggal lagi dengan kita sebagaimana pengalaman Ia bersama para murid 2000 tahun yang lalu. Untuk mengenal Dia yang hidup, menderita, wafat, dan bangkit, kita membutuhkan saksi-saksi iman. Saksi-saksi iman tersebut tidak lain adalah imam, biarawan, dan biarawati yang secara khusus ambil bagian dalam pewartaan injil Tuhan.
Dari keprihatinan tersebut, kita disadarkan bahwa panggilan imam dan hidup bakti semakin penting di tengah spiritualitas, doa, dan karya pastoral umat beriman. Melihat kebutuhan mendesak tersebut tiada hentinya kita diundang untuk berdoa bersama secara khusus memohon kepada Tuhan akan tumbuhnya benih panggilan imamat dan hidup bakti di antara kaum muda.
Panggilan imamat dan hidup bakti memang tidak bisa dipaksakan. Hal itu karena tumbuh dari pengalaman personal perjumpaan dengan Kristus. Maka di sini, juga menuntut kesaksian yang baik diberikan oleh mereka yang menyandarkan diri kepada injil (imam, biarawan, dan biarawati) melalui perutusan mereka masing-masing sehingga semakin memikat orang untuk mempersembahkan diri secara total demi kerajaan Allah.
Yesus sendiri terus-menerus berkata, “Datanglah ke mari, ikutilah Aku” (Mrk 10:21). Saya tidak bermaksud menganalogikan ajakan saya kepada misdinar paroki HYMK Purwodadi dengan ajakan Yesus. Akan tetapi, tidak ada salahnya mengajak dan menantang kaum muda untuk ambil bagian dalam karya perutusan Kristus, sebagai imam, biarawan, dan biarawati.
Saya sadar mengikuti Yesus tidak mudah. Menerima undangan-Nya berarti tidak lagi memilih jalan kita sendiri. Saya sadar seringkali harus menyangkal diri dengan membenamkan kehendak diri sendiri ke dalam kehendak Yesus. Namun, jika kita mau mengistimewakan Dia di dalam hidup ini, kita pun akan diistimewakan oleh Dia.
Ivan Mahendra MSF

(disadur dari PRABA Tahun 64-No.12-Juni-II-2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar